Di masyarakat, riba mungkin sudah tidak asing lagi. Namun dalam praktiknya, masih banyak orang-orang yang terjebak di dalamnya. Terlebih lagi sekarang banyak lembaga-lembaga yang memberikan pinjaman dengan syarat yang sangat mudah. Namun dibalik kemudahan tersebut, harus mengembalikan berkali-kali lipat.
Pengertian riba menurut bahasa berarti ziyadah atau bertambah (berkembang). Menurut Yusuf al-Qardawi, riba yaitu setiap pinjaman yang mensyaratkan ada tambahan (bunga) di dalamnya. Berikut ini macam-macam riba yang biasa terjadi di masyarakat, di antaranya.
Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah yaitu membayar hutang melebihi dari pokoknya akibat telah jatuh tempo. Semakin lama, maka semakin besar biaya penangguhan yang harus dibayar.
Sebagai contoh, si fulan meminjam uang kepada fulanah sebesar Rp1.000.000 dengan tempo 3 bulan. Pada saatnya harus membayar, si fulan tidak memiliki uang. Kemudian si fulan meminta waktu tambahan untuk membayar selama sebulan. Si fulanah menyetujui dengan syarat harus membayar Rp1.500.000. Penambahan jumlah inilah yang masuk ke dalam kategori riba jahiliyah.
Riba Qardh
Riba qardh muncul akibat adanya penambahan atas pokok pinjaman yang persyaratannya dilakukan di muka oleh kreditur atau shahibul maal kepada pihak berutang (debitur). Tambahan tersebut diambil sebagai keuntungan bagi kreditur.
Sebagai contoh, si A meminjam uang kepada si B sebesar 1 juta dengan syarat si A harus mengembalikannya sebesar 1,5 juta pada saat jatuh tempo.
Riba Fadl
Riba ini muncul akibat adanya transaksi jual-beli atau pertukaran barang ribawi (barter) yang sejenis, namun berbeda takaran atau kadarnya. Misalnya 30kg beras kualitas rendah ditukar dengan 15kg beras kualitas super. Hal ini terlarang sesusai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallhu alaihi wasallam,
“Dari Abu Sa’id, ia berkata: ”Datang Bilal ke Nabi Shallallhu alaihi wasallam dengan membawa kurma barni (kurma kualitas bagus) dan beliau bertanya kepadanya: ”Darimana engkau mendapatkannya?” Bilal menjawab: ”Saya mempunyai kurma yang rendah mutunya dan menukarkannya dua sha’ dengan satu sha’ kurma barni untuk dimakan oleh Nabi Shallallhu alaihi wasallam.”
Ketika itu Rasulullah Shallallhu alaihi wasallam bersabda: ”Hati-hati! Hati-hati! Ini aslinya riba, ini aslinya riba. Jangan kamu lakukan, bila engkau mau membeli kurma maka jual-lah terlebih dahulu kurmamu yang lain untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma barni!”
Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah terjadi akibat adanya transaksi jual-beli atau pertukaran barang ribawi (barter) yang tidak sejenis yang dilakukan secara tempo (hutang). Dengan kata lain, ada penambahan nilai dalam transaksi tersebut diakibatkan oleh penangguhan waktu transaksi.
Riba nasi’ah juga dikenal dengan istilah riba jahiliyah. Karena riba ini merupakan kebiasaan orang-orang jahiliyah yang memberi pinjaman, lalu ketika sudah waktu jatuh tempo, orang yang meminjamkan berkata: “dilunasi atau ditangguhkan?”. Jika waktu jatuh tempo ditangguhkan maka akan ada biaya penangguhan.
Dari Usamah bin Zaid, sesungguhnya Rasululah saw bersabda: ”Sesungguhnya riba ada di dalam pinjaman (nasi’ah).” (HR Ibnu Majah, Kitab at-Tijarat)
Riba Yad
Riba yad terjadi akibat ada transaksi jual-beli atau pertukaran barang (barter) ribawi atau bukan ribawi, di mana ada perbedaan nilai transaksi ketika penyerahan keduanya atau salah satunya di kemudian hari. Dengan kata lain terdapat dua persyaratan dalam sekali transaksi. Atau satu jenis barang diperdagangkan dengan dua skema yaitu secara kontan dan kredit.
Contohnya sebuah motor gede jika dijual harganya 10 juta, namun jika dikredit harganya menjadi 15 juta. Dan hingga keduanya berpisah tidak ada keputusan dari salah satu harga yang ditawarkan. Hal ini dilarang sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallhu alaihi wasallam,
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi Shallallhu alaihi wasallam, beliau bersabda: ”Tidak halal pinjaman dan jual-beli, tidak juga dua syarat dalam satu jual-beli dan tidak boleh menjual barang yang tidak ada padamu.”