Siapa bilang agama dan politik adalah 2 hal yang bertolak belakang dan tidak bisa disatukan? Jika kamu masih beranggapan seperti ini berarti kamu perlu membaca biografi Ustadz Rahmat Abdullah.
Meskipun jasad beliau telah dimakamkan sejak 14 Juni 2005, namun jasanya dalam memperjuangkan kebaikan di Indonesia masih terus mengalir sampai saat ini.
Banyak pemuda yang menjadikannya panutan sekaligus penyuntik semangat untuk terus berada di garda terdepan dalam memperjuangkan kebaikan.
Bang Mamak begitu akrab disapa warga Kuningan adalah sosok muslim kaffah yang tampil sebagai negarawan tegas dan pemberani sekaligus berhati lembut dan puitis.
Bagaimana lika-liku perjuangan yang dilakukan Ustadz Rahmat semasa hidupnya? Berikut ini cerita singkatnya.
Masa Kecil yang Dekat dengan Nilai Islam
Rahmat Abdullah lahir di Jakarta pada 3 Juli 1953. Beliau adalah anak Betawi asli dari darah ayah dan ibunya. Namun beliau selalu menolak disebut Betawi karena sangat dekat dengan Kolonial Belanda.
Beliau lebih bangga dengan sebutan Jayakarta sebagai nama pemberian Pangeran Fatahillah. Sikap ini menunjukan bahwa Ustadz Rahmat sangat anti terhadap kolonialisme dan imperialisme. Beliau bangga dengan nilai-nilai perjuangan Islam.
Rahmat kecil harus menjadi anak yatim sejak usia 11 tahun. Bersama kakak dan adiknya mereka mengelola usaha percetakan-sablon sebagai satu-satunya sumber penghidupan keluarganya.
Kondisi yang sulit menggembleng Rahmat menjadi anak yang tangguh. Disela-sela kesibukannya mengelola usaha sablon, semangat menuntut ilmu Rahmat tetap menggebu.
Ia bersekolah di sebuah SD negeri di daerah Kuningan. Setiap pagi Rahmat mengisi kesibukan dengan belajar membaca Al Qur’an, baca tulis Arab, kajian aqidah, akhlaq, dan fiqh.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah membaca kitab berbahasa Arab, nukil terjemah dan syarah ustadz. Siang harinya Rahmat bersekolah di SD negeri.
Keluar dari SMP
Pada tahun 1966 setelah lulus Rahmat masuk ke SMP. Terjadi pertentangan lantaran di SMP di hari Jumat justru mulai pelajaran pada jam 11.30. Akhirnya pada awal tahun ajaran 1967/1968 Rahmat keluar dari SMP dan melanjutkan di Ma’had Assyafi’iyah, Bali Matraman.
Di ma’had inilah Rahmat belajar agama dengan semangat yang membara. Saat kelas V Rahmat mempelajari ilmu nahwu dasar yang membuatnya mengetahui misteri intonasi dan narasi penyiar Shauth Indonesia yang sering disiarkan RRI dengan bahasa Arab.
Acara favoritnya ini mendorongnya untuk menabung sedikit demi sedikit dari hasil jerih payahnya mencari pelanggan sablon untuk membeli radio. Kala itu radio adalah benda mahal yang merupakan simbol orang kaya.
Remaja yang Selalu Semangat
Rahmat melanjutkan pendidikan di MTs Assyafi’iyah. Berbagai ilmu agama ia pelajari disini. Namun pelajaran yang paling ia sukai adalah talaqqi langsung dari orator yang selalu bisa membangkitkan semangat Rahmat muda yaitu KH Abdullah Syafi’i.
Tak hanya belajar, Rahmat juga mengajar di Ma’had Assyafi’iyah dan Darul Muqorrobin, Karet Kuningan. Ia berjalan kaki dari Bali Matraman sampai Karet Kuningan setiap hari selama bertahun-tahun.
Ia juga mengajar les privat dari satu lorong ke lorong lain di Jakarta sampai larut malam dengan jalan kaki.
Menjadi Penulis dan Gagal ke Al Azhar
Ustadz Rahmat menuangkan semangat dakwahnya dalam berbagai untaian bait sya’ir, puisi, dan berbagai artikel yang dikirimkan ke media massa. Beliau juga bermain teater bersama rekan-rekan guru dan teman-teman seperjuangan.
Ustadz Rahmat menjadi kesayangan KH Abdullah Syafi’i. Pada tahun 1980 bersama empat temannya hampir diberangkatkan ke Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Namun sayang batal karena fitnah internal.
Perjuangan Tiada Henti
Ustadz Rahmat pernah merintis sebuah majalah Islam yang digemari kalangan muda. Namun di bredel rezim Orde Baru karena dianggap membahayakan pemerintahan.
Selain menjadi suami dan ayah yang baik, kiprah dakwah Ustadz Rahmat terus berkembang. Pada tahun 1999 beliau diamanahi sebagai Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Keadilan.
Kemudian beralih menjadi Ketua Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera. Hingga tahun 2004 Ustadz Rahmat menjadi wakil rakyat dari daerah pemilihan Bandung, Jawa Barat.
Meskipun politik dikenal kotor dan penuh dengan intrik, namun harapan orang-orang baik yang berjuang disana masih ada. Selain Ustadz Rahmat Abdullah, ada juga Kang Aher dan Kang Emil